Akibat berprasangka buruk

Malam itu gerimis turun. Angin pun bertiup sungguh sangat dingin. Tapi kedua suami isteri yang tinggal di sebuah rumah kecil itu sangat ingin keluar. Karena sang istri itu dalam keadaan sakit berat, mungkin hanya tinggal menunggu waktu saja. Yang sangat merisaukan hati mereka, bagaimana dengan anaknya Widi, anak mereka yang baru saja berumur empat bulan. Kalau diajak pergi takut masuk angin dan dapat berakibat sakit.

“Bagaimana istriku, kita bawa saja Widi?” Tanya si suami.

“Jangan bang, angin kencang,” cegah isterinya.

“Habis siapa yang akan menjaganya di rumah? Apakah mungkin akan kita tinggalkan dia sendirian? Aku tak sanggup, sebab rumah kita ini terlalu dekat dengan tanah perkuburan,” kata si suami.

“Ah, abang, janganlah berfikir yang bukan-bukan,” kata isterinya yang cantik dan manis itu. “kan ada Bleky (anjing) di rumah. Dia saja kita suruh menjaga Widi.” Kata si isteri.

“Betul juga, mengapa aku tidak ingat pada si bleky.” Balas suaminya dengan gembira.

“Guk Guk....” teriaknya kemudian. Maka terdengarlah suara Bleky membalas suara tuannya itu. Lalu dengan langkah-langkah kecil dia mendekati tuannya.

“Wahai Bleky, malam ini engkau tidak usah menjaga lumbung padi dari tikus-tikus, kami berdua mau pergi, oleh karena itu jagalah si Widi,” kata si suami.

Anjing yang gagah itu menggongong sambil mengibas-ngibaskan ekornya. Kalau boleh berkata dia akan menjawab: “Jangan bimbang tuan, saya akan menunggu dan menjaga si Widi supaya ia tertidur dengan nyenyak. Tidak akan saya izinkan seekor nyamuk pun hinggap di tubuhnya.”

Setelah berpesan begitu, maka pasangan suami dan isteri itu pun berangkat dengan perasaan lega. Mereka tahu bahawa Bleky akan melakukan pekerjaannya dengan baik, sebab dia adalah seekor anjing penjaga yang sangat setia dengan majikannya.

Setelah melihat majikannya sudah pergi, maka Bleky dengan cepat dan diam-diam melompat ke atas tempat tidur. Ia duduk di sebelah si Widi yang tengah mendengkur dengan nyenyaknya. Ekornya dikibas-kibaskannya agar tidak seekor nyamuk pun yang berani mengganggunya. Matanya dengan tajam mengawasi sekelilingnya, sementara kedua kaki depannya siap mencakarkan kukunya kepada siapa saja yang berniat untuk mengusik ketenangan majikan kecilnya.

Menjelang pukul sepuluh malam, tiba-tiba anjing itu mendengar bunyi mendesis dari bawah tempat tidur. Dengan secepat mungkin Bleky memasang kuda-kuda serta siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Matanya tiba-tiba terbeliak terkejut dan marah, ketika melihat sebuah mulut yang ternganga dengan taring dan lidah yang menjulur panjang. Rupanya dia adalah seekor ular besar yang sudah siap untuk menelan Widi yang masih kecil itu.

Dengan cepat Bleky melompat, giginya langsung masuk menghunjam ke leher ular tersebut, dan cakarnya menyerang dengan buas. Ular itu murka karena niatnya dihalang-halangi oleh makhluk lain. Matanya merah seperti besi terbakar. Dia membalas menyerang dengan hebat. Badan Bleky dibelit dengan kuat, sambil mulutnya mematuk-matuk muka Bleky .

Bleky hampir kehabisan tenaga, kerana dibelit oleh ular besar itu, manakala mukanya juga telah berlumuran darah. Namun dia tidak mau binasa sebelum dapat membunuh ular tersebut. Dengan segala kemampuan dan kesakitannya, ia berusaha untuk menyelamatkan nyawa anak tersayang kedua majikannya itu. Akhirnya ia berhasil melepaskan diri, lalu dengan cepat menerkam leher ular itu. Digigitnya batang leher makhluk jahat tersebut sekuat tenaga sehingga akhirnya matilah musuhnya itu.

Begitu dilihatnya binatang pengganggu itu sudah tergolek kaku, barulah Bleky dengan sisa-sisa tenaganya naik lagi ke atas tempat tidur si Widy dan duduk semula di samping nya. Anak kecil itu masih tertidur dengan nyenyak. Bleky menjilat-jilat lukanya, sementara rasa pedih dan letih terasa sekujur badannya. Mulutnya masih penuh dengan darah ular tadi, sedangkan pada mukanya terdapat luka-luka yang menganga.

Belum pulih lagi tenaganya, akan tetapi secara tiba-tiba dia mendengar suara majikannya di halaman rumah. Dengan gerakan yang lemah dan lunglai, Hurairah turun dari tempat tidur. Perlahan-lahan ia berjalan menuju ke pintu, menyambut kedatangan kedua majikannya yang sangat dicintainya itu. Dilihatnya istri tuannya berjalan menunduk sambil terisak-isak. Suaminya juga terlihat sangat sedih. Bleky pun ikut berdukacita memperhatikannya.

Mereka bergandengan tangan memasuki halaman rumah. Ketika mereka tiba di depan pintu, Bleky menggonggong lembut: “Guk..Gukk..Guk......, sambil terhuyung-huyung mendekati majikannya.

Tiba-tiba saja istri Tuannya menjerit, “Bang....! bang....widi bang !”

Suaminya terperanjat tapi tidak mengerti, “Mengapa Widi Istriku?” Tanya suaminya.

“Lihatlah si Bleky , mulutnya berlumuran darah. Pasti anak kita telah diterkam dan dibunuhnya. Oh, Widi .... anak kita, bang. Bunuh Bleky , bang! Ia telah memakan anak kita!” Kata si isteri.

Si suami baru tahu apa yang dimaksudkan oleh isterinya. “Betul! Mulut Bleky penuh dengan darah segar, pasti Widi telah diterkamnya.”

Tanpa berfikir panjang, si suami lalu mengambil besi. Dengan penuh kemurkaan lalu dipukulnya benda keras itu ke tubuh si Bleky . Anjing itu menjerit; “Kaing..Kaing....” Lelaki itu bertambah marahnya lagi, lalu diambilnya pula sebuah batu, ditimpakannya ke kepala Bleky.

Maka bercucuranlah darah dari kepala binatang yang tidak berdosa itu. Badannya terkejang-kejang. Dari matanya mengeluarkan air mata yang jernih satu-satu. Setelah mengeong untuk terakhir kalinya, Anjing yang gagah itu pun mati dengan cara yang menyedihkan.

Melihat korbannya sudah mati, maka pasangan suami isteri itu terburu-buru masuk ke bilik. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat suasana bilik itu. Yang nampak pertama kali di depan pintu adalah bangkai seekor ular besar yang hampir putus lehernya. Maka dengan hati berdebar-debar mereka berlari ke tempat tidur. Ternyata anaknya widi masih tetap dalam keadaan tertidur nyenyak.

Barulah mereka dapat memastikan apa yang telah terjadi selama mereka tidak berada di rumah tadi. Bukan Bleky yang bersalah, ternyata anjing itu telah berjuang mati-matian untuk menyelamatkan anak mereka. Seketika itu juga pucatlah wajah mereka. Mereka menyesal berkepanjangan. Ternyata Bleky adalah anjing yang gagah berani dan setia. Dia tidak mempedulikan keselamatan dirinya asalkan tugas yang dipercayakan kepadanya ditunaikannya. Kalau perlu dirinya sendiri menjadi korban untuk menyelamatkan nyawa majikan kecilnya. Namun balasan yang diterimanya bukan belaian kasih sayang dan terima kasih, akan tetapi nyawanya dihabiskan dengan penuh kekejaman.

Suami isteri itu menangis tersedu-sedu menyesali kesalahannya, ia bertaubat kepada Allah serta berjanji untuk tidak lagi berbuat semena-mena terhadap binatang yang tidak berdosa, tanpa periksa terlebih dahulu. Bangkai Bleky diangkat dan diciumnya, tapi yang sudah pergi tidak akan kembali, dan penyesalan mereka juga sudah tidak berarti, karena yang sudah mati itu tidak akan hidup lagi. Cuma sebagai pedoman atau pelajaran buat masa yang akan datang. Labih berhati-hati bertindak dan menilai sesuatu . dan juga kesetiaan itu adalah pengorbanan, tanpa harus meminta balas dari kebaikan yang telah kita lakukan. Percayalah bahwa setiap detik hidup yang kita jalani adalah pengorbanan , Tuhan Yesus telah setia berkorban untuk kita, sudah sepantasnyalah manusia setia kepadaNYa.

Salam Damai


Bookmark and Share

Komentar